Tulisan ini diunggah dalam tiga bagian. Baca juga Pariwisata Berkelanjutan vs Pariwisata Massal dan Ancaman Proyek Energi Panas Bumi
Memasuki awal tahun 2025, tepatnya pada 3 Januari, sekelompok anak muda di Desa Kemuning menggelar acara musik bawah tanah dengan mengusung tema Revolt Vol. 2: Against Nature Destruction. Gelaran musik underground itu berlangsung di Gedung Balai Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Sejak sore hari, anak-anak muda dari komunitas lintas genre musik itu melebur memadati venue gelanggang balai desa yang berdekatan dengan terminal dan pasar. Acara yang diinisiasi oleh Insurgent Kolektif dan Kelompok Peduli Alam Lereng Lawu (Kepal) ini merupakan respons atas berbagai ancaman bencana ekologis yang terjadi di wilayahnya.
Di bawah kaki Gunung Lawu dengan udara dingin dan tenang, suara bising distorsi gitar, hentakan petikan bass, gemuruh dentuman drum, dan teriakan parau sang vokalis seakan memecah keheningan desa yang mulai disambut gelap dan kabut. Semakin malam, muda-mudi yang dominan berkostum hitam terus berdatangan untuk menyaksikan sekira 13 band yang tampil secara antusias.
Hari itu kami bertemu dengan Cahyo atau akrab dipanggil Yosh, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya Revolt Vol. 2. Yosh juga tergabung dalam unit hardcore 3265 selaku vokalis yang ikut tampil malam itu. Penasaran untuk mengetahui lebih jauh, tapak.net sempat mewawancarainya di sela istirahat setelah sesi talk show.
Sejak kapan sih adanya acara ini mas?
Kalau di Kemuning baru kali ini. Cuman Revolt itu sepuluh tahun yang lalu emang sudah pernah saya bikin di Karanganyar kota. Karena di sini ada isu soal lingkungan hidup, jadi kami bawa Revolt untuk mengangkat isu lingkungan hidup yang ada di sini. Ada sejak 2013, setelah itu kita vakum karena kesibukan masing-masing.
Berarti ada kolektifnya?
Insurgent Kolektif, ada sekitar 2018. Kita ke (isu) lingkungan hidup juga, terus kepemudaan di Kemuning. Kalau untuk musik, karena mungkin hype-nya baru saat ini di daerah, jadi kita angkat waktu ini juga.
Insurgent Kolektif ini satu Kemuning? Lalu secara komunitas genre musiknya apa?
Kalau bisa dibilang ya mayoritas warga Kemuning, tapi kebanyakan di-support juga dari teman-teman Karanganyar. Kalau dasar musiknya underground ya; jadi ada punk, metal, hardcore, terus ada rock n roll, banyak macamnya. Tapi dominan metal sama hardcore sih.
Kenapa Revolt Vol.2 ini mengusung tema Against Nature Destruction?
Ya karena di Kemuning ini sedang terjadi yang namanya eksploitasi lingkungan. Kaitannya tentang alih fungsi lahan kebun teh yang sejatinya itu untuk lahan resapan air hujan, tapi ternyata dialihfungsikan menjadi destinasi wisata, akses umum, dan lain-lain. Akhirnya akibat eksploitasi yang berlebih itu menimbulkan dampak yang gak baik untuk masyarakat Kemuning.
Sumber mata air orang Kemuning tercemar karena eksploitasi tersebut. Itu pertama kali. Terus akhir-akhir ini malah di media sudah ramai memberitakan kalau di Kemuning ternyata terjadi banjir dan tanah longsor. Dari media luar malah mem-blow up juga.
Kenapa teman-teman mengangkat isu lingkungan di skena musik?
Relate sih menurut saya karena (musik) underground itu kan sejatinya musik perlawanan. Kenapa kita gak menyuarakan sesuatu yang riil. Di Indonesia khususnya, kita tuh sedang mengalami krisis lingkungan, krisis alam. Kenapa kita gak mengangkat itu untuk menjadi sesuatu yang kritis, padahal musik kita temanya tema kritis. Kenapa Revolt ini gak kita bikin sesuai revol(ution) itu sendiri.
“(Musik) underground itu kan sejatinya musik perlawanan. Kenapa kita gak menyuarakan sesuatu yang riil. Di Indonesia khususnya, kita tuh sedang mengalami krisis lingkungan, krisis alam. Kenapa kita gak mengangkat itu untuk menjadi sesuatu yang kritis, padahal musik kita temanya tema kritis. Kenapa Revolt ini gak kita bikin sesuai revol(ution) itu sendiri.”
Secara ekosistem, teman-teman pemuda di sini profesinya itu apa?
Kalau secara profesi kita kebanyakan di sini pelaku wisata. Walaupun kita melakukan pekerjaan kita di sektor wisata, kita melawan pariwisata yang lain karena kita tuh masih menyadari (pentingnya) wisata yang berbasis lingkungan. Jadi bagaimana kita mengelola wisata itu tapi tidak merusak lingkungan yang kita kelola. Beda kalau sama investor luar; mereka datang, mereka keruk, gak cuman mengeksploitasi alamya, tapi juga mengeksploitasi SDM masyarakatnya.
Berarti teman-teman ini juga terlibat di gerakan Jaga Lawu dan Kepal?
Ya, terlibat semua. Karena Kepal pun termasuk Jaga Lawu, dan Jaga Lawu pun termasuk Kepal. Sebenarnya Kepal itu lebih menyeluruh, cuman kalau Jaga Lawu itu lebih dari Kepal secara personil. Keanggotaannya lebih banyak di Jaga Lawu. Kalau Kepal ini sebenarnya lebih ke organisasi kecil yang dinaungi badan hukum.
Kita pernah ada aksi di jalan dulu. Tahun kemarin itu pernah ke Kantor Bupati Karanganyar, kita menggelar aksi di situ. Kita juga menggelar aksi di sekitar lokasi eksploitasi (Jembatan Kaca). Pas bulan puasa kita buka bersama teman-teman Jaga Lawu di Terminal Kemuning. Di situ kita orasi, jadi masyarakat umum secara langsung juga terlibat dan mendengar apa yang kita suarakan. Di samping itu, kita juga pengen meminimalisir kegiatan negatif pemuda di Kemuning.
Harapannya Revolt ke depan cukup di sekitar Kemuning atau gimana?
Kalau saya, isu lingkungan ini harus mendunia, gak cuman di Revolt aja. Kalau bisa, teman-teman yang di luar daerah harapan saya bisa sama-sama membangun kesadaran juga melalui skena, melalui kolektif. Kita kampanyekan bahwasannya bahaya krisis lingkungan itu nyata.
Lanjutkan baca mengenai Gerakan Warga Kemuning
Penulis: Toto Sudiarjo
Editor: Fiorentina Refani